Selasa, 23 November 2010


Part II

We are “De Lucky Team” Guys… ^_^

Selasa, 2 November 2010

Seperti biasanya dek Bieber ma Pakdhe Sean’Q berteriak” nyaring dari ponsel saya yeah alarm 04.30 WIB Cepat sekali paginyaa..hoahmmm...Wake up..wake up…Sebenarnya masih ngantuk berat mengingat kita masih istirahat selama 3 jam 30 menit, but de show must go on. Niatnya mo langsung wudhu trus mandi but ternyata tidak ada setetespun air di kamar mandi kami. Oke dehh..saya berpetualang bersama penghuni kamar cewe malam ini, Winda n Mbak Onter (Retno). Pagi” buta, bawa handuk ma peralatan mandi keliling Rumah Sakit cari toilet hahahaha…baru kali ini. Finally kami menemukan sebuah kamar mandi yang dengan air mengalir pastinya, Alhamdulillah....walopun tempatnya di parkiran dekat pintu gerbang RS. Hehehehe…

Memulai dinas dengan rutinitas pagi, operan jaga, ronde keperawatan, pre conference langsung dilanjutkan program tindakan ke pasien. I called it prestigious moment “Verbedden with Pakar” jarang” kan dapet ilmu scara live gini, hehehe..450 ya pakk.. J Hari ini pasien kami masih 27, dengan 9 pasien KLB. Rata-rata mereka menderita ISPA, stroke, dan kebanyakan kasus kecelakaan lalu lintas, saat mereka harus mengevakuasi diri ketika Merapi vomitus. Dalam ruangan saya sebagian besar pasien KLB adalah lansia yang ditunggui oleh anak, beberapa saudara atau entah siapa yang juga berstatus sama, dampak Merapi. Sebagaian besar dari mereka tinggal di Desa Dukun 8 km dari puncak Merapi dan desa tetangganya yaitu Srumbung Muntilan Magelang. Dalam kesehariannya mereka bekerja sebagai penambang tanah di lereng Merapi, petani salak dan sebagai pengumpul batu (thithik watu) koral kecil yang digunakan sebagai bahan dasar pengecoran bangunan. Saat Merapi bergemuruh hebat bebrapa hari yang lalu, mereka sedang beraktifitas masing” hingga harus berlarian mencari sanak keluarga menuju daerah yang lebih aman. Sekarang ini mereka juga tidak tahu, apakah rumah mereka masih berdiri seperti terakhir kali meeka tinggalkan. Saudaraku, akan ada hadiah dibalik musibah ini, smoga selalu diberkahi kesabaran dan keihlasan Amin…

Malam ini kami mendapat panggilan darurat untuk meninjau secara langsung camp-camp pengungsian di wilayah Srumbung. Sebenarnya perjalanan ini lebih indah jika disebut “Wisata Bencana” eitzz..tunggu dulu, simak ne critanya. Pukul 18.30 bersama dengan Pak Arief (Ketua PPNI Magelang), kami “de lucky team” mengunjungi desa Srumbung (7 km dari puncak Merapi). Oia “de lucky team” starring by Pak Karno, Bang Jo, Huda, Ayoen, Winda and Mbak Onter. Sasaran pertama adalah kediaman Pak Arif, sembari menuju ke rumah beliau, kami melalui jalur evakuasi yang cukup sempit memang. Dengan suasana yang mencekam, emosi dilibatkan, yaa benar saja banyak yang jatuh.. L Setelah menjumpai 2 area camp pengungsian padat penduduk kami tiba di rumah bapak perawat OK yang juga senior kami itu.

Di depan rumahnya terbentang sawah yang cukup luas, jika tadi sore tidak ada erupsi yang mengakibatkan kabut tebal, maka puncak Merapi dapat terlihat jelas dari sini. Kali ini hanya tampak benda hitam menjulang tinggi yang puncaknya samar tertutup gumpalan awan gelap bak menembus langit. Right..that’s de artist Merapi. Perjalanan pun dilanjutkan menuju kediaman Ibu Rita, salah satu kepala bidang di RS tempat kami bertugas. Memang sengaja perjalan ini diperpanjang dengan meninjau camp-camp pengungsian terlebih dahulu. Rombongan kami berhenti di sebuah camp pengungsian di Desa Srumbung tepatnya di halaman sebuah SD. Tampak dua buah tenda berukuran 10 x 5 m, dan sebuah tenda yang lebih kecil yang digunakan sebagai dapur umum. Di luar pagar terdapat 4 buah ambulance dan 5 buah truk yang standby untuk sewaktu-waktu digunakan evakuasi. Saat itu sedang berlangsung acara nobar bagi para pegungsi dengan kisah Lintang dan Ikal dalam film Laskar Pelangi. Salah satu usaha untuk memberikan kesejahteraan psikis bagi para pengungsi adalah dengan memberikan hiburan, yaitu layar tancap, yang dalam hal ini difasilitasi oleh Dinas Sosial Kabupaten Magelang.

Dalam perjalan selanjutnya kami melewati sebuah bulak (jalan yang dikelilingi oleh sawah luas di kanan dan kirinya). Mobil pun berhenti, sejenak kami menikmati tingginya merapi dengan kepulan awan hitamya (sebenarnya saya sulit membedakan antara awan dan langit malam, yah warna yang hampir sama bagiku yang tanpa kacamata), dan tanpa terduga its like a big fireworks sebuah kembang api besaarrr…meluncur bebas ke lereng sebelah timur. Subhanallah..saya baru saja melihat lelehan lava merah yang dimuntahkan Merapi. Alloh sudah saya saksikan kuasaMu,,lindungilah saudaraku dilereng itu, semoga mereka memang sudah terevakuasi ke tempat yang lebih aman.

Masih terasa merinding kami pun melanjutkan perjalanan ke rumah Bu Rita di daerah rawan bencana II, artinya daerah yang belum wajib mengungsi. Alhamdulillah dapet rejeki nasgor dan beberapa toples jajanan...(maaf yaa..asnat, pepy, nanda, siti, ms burhan n ms oddy: ada waktu tersendiri bwat kalian ^_^). Setelah beramah tamah kami melanjutkan perjalanan untuk pulang. Kali ini kami melewati daerah rwan bencana III dimana penduduk desa wajib untuk mengungsi. Sepanjang jalan yang kami dapati adalah rumah tak berpenghuni, pepohonan tumbang, hawa yang sudah mulai panas, dan tentunya sinyal yang hilang timbul. Disetiap perempatan terdapat truk TNI beserta beberapa orang personilnya. Sempat saat itu mobil yang kami tumpangi dicegatnya, maklum desa ini sudah disterilkan, dan kami menggunakan mobil pribadi, so...preventing to crime,,, gud job Mister... J

Part I

Residen Bedah

Senin, 1 November 2010

Setelah medapatkan kabar dari Puket I sekaligus penanggung jawab relawan Merapi NWU, saya langsung memberi kabar ke teman” tentang rencana keberangkatan relawan Merapi Part II siang ini. Untungnya hari ini kami ada jadwal pemotretan J di kampus sehingga memudahkan unutuk konfirmasi calon relawan. Alhamdulillah ada 11 orang yang menyatakan bersedia untuk ikut bersama rombongan menuju daerah Bencana. Relawan Part II ini nantinya tidak akan ditempatkan di lapangan melainkan di RSUD Muntilan. Kami akan bertugas layaknya perawat dengan sistem shift.

Persiapan selesai dan pada pukul 13.10 WIB kami bertolak dari kampus tercinta dengan bus menuju daerah bencana Merapi tepatnya di RSUD Muntilan. Sebelumya kami mendapat briefing dari pihak kampus yag diwakili oleh Puket III. And go…Muntilan We’re coming..Bismillah..

1. Sukarno S.Kep., Ns.

2. Asnat Serly Bolang S.Kep., Ns.

3. Ayoen Nourina Ungtsa S.Kep., Ns.

4. Burhanudin S.Kep., Ns.

5. Eka Retno Sari S.Kep., Ns.

6. Johan Prayoga S.Kep.

7. Mufrodi S.Kep., Ns.

8. Nanda Dian Natalia S.Kep., Ns.

9. Prasasti Asih Utami S.Kep., Ns.

10. Sholihul Huda S.Kep., Ns.

11. Siti Amnah S.Kep., Ns.

12. Winda Diana Sari S.Kep., Ns.

Sepanjang perjalanan, kami memanfaatkan waktu untuk beristirahat. Karena memang nantinya sesampai di rumah sakit kami harus langsung berdinas. Walaupun saya tahu dalam benak teman” terbayang nantinya akan bagaimana di daerah bencana. Menuju ke lokasi, kami telah disuguhi dengan beberapa camp-camp pengungsian di pinggir” jalan. Hmm..miris memang.. Pukul 15.30 kami tiba di RSUD Muntilan. Tak nampak keramaian yang sudah kami bayangkan sebelumya. Mendung, disertai rintik tipis hujan abu. Di depan UGD terdapat sebuah tenda putih panjang yang kira” ada 20 orang pengungsi yang berdiam disana. Kedatangan kami disambut oleh beberapa perawat yang nampak sudah akrab dengan Pakar (panggilan kesayangan teman” kepada Pak Karno, dosen sekaligus koordinator rombongan), yah merekalah senior kami dari program B. Seluruh brankart UGD sudah berpenghuni, tampak beberapa pasien yang sudah mendapatkan perawatan sedang menunggu antrian ruangan di pinggir” koridor UGD. Terdengan suara erangan kesakitan dari seorang pasien yang masih mendapat tindakan di ruang bedah minor. Memang pemandangan yang biasa untuk kelas UGD, yang membuat luar biasa adalah sorotan kamera para kuli tinta yang sedang menunggui proses kelahiran bayi dari seorang penghuni camp pengungsian yang entah dimana, and once again its about “Merapi yang sedang Vomitus” we call it.

Setelah dilakukan serah terima dari pihak rumah sakit kami dipersilahkan menuju tempat istirahat kami selama 4 hari kedepan. Wow..Isn’t like my imagine,,kita diberikan tempat berupa ruangan residen bedah tepat diatas UGD, dengan tiga bed satu almari dan sebuah kamar mandi dalam, serta televisi. Its too lux bwat kelas relawan seperti kami, disaat yang lain harus berada di pengungsian. But it’s okay..smoga bisa lebih memotivasi kami untuk berbuat banyak bagi mereka. Pembagian jadwal dinas pun telah ditetapkan, and de first couple is Ayoen and Pakar in Melati Ward.

Shift dinas kami hari ini beda dari biasanya, kami mulai dinas pukul 19.00 hingga pukul 01.00. Setelah mengisi perut dengan nasi tongseng kambing dari rumah sakit, kami memulai untuk persiapan dinas, bagi yang dapat shift pertama termasuk saya. Sedangkan yang lain bersiap hybernasi menumpuk tenaga untuk jaga mulai jam 01.00 WIB hingga pukul 07.00 WIB keesokan paginya.

Saya bersama pakar memulai berdinas malam mini. Saat kami datang semua program tindakan sudah dilakukan. “Kemudian apa yang bisa saya bantu disini bu?” kata Pakar mengawali pembicaraan, setelah memperkenalkan diri dengan perawat ruangan. “Sementara belum ada pak, kita tinggal pelayanan pasien saja.” Kata seorang perawat senior menjawab. Saya langsung bergabung dengan teman” praktikan di bagian belakang, orientasi ruangan berikut pasien. Malam ini pasien di ruang melati berjumlah 31 pasien dengan kapasitas sebenarnya 20 bed. Semenjak terjadi KLB Merapi disediakan 10 bed ekstra di selasar ruangan. Alhamdulillah pasien tenang hingga tengah malam dan kami pun kembali ke asrama pukul 01.00 WIB

Asnat and siti it’s ur time…..

Next ……à

Preambule



Pray For Indonesia

Beberapa hari terakhir ini banyak slogan “Pray For Indonesia”. Pertiwi sedang berduka (again) setelah pada hari senin yang lalu terjadi Tsunami dengan gempa berkekuatan 7,1 ScR di Kepulauan Mentawai Sumatra Barat. Salah satu asset terbesar Indonesia dengan pesona ombaknya, konon kepulauan Mentawai memiliki daya pikat dengan ketinggian ombak no. 3 di dunia. Otomatis devisa Negara mengucur dari ketertarikan wisatawan manca untuk berkunjung ke daerah ini. But..Paradise is over..Kemudian disusul keesokan harinya sang Merapi Vomitus untuk kesekian kalinya. Hingga yang membuat gempar adalah sang juru kunci Mbah Marijan ikut tewas dalam kejadian wedhus gembel ini. Benar-senar sebuah loyalitas tugas yang luar biasa..Salute to Mbah Marijan, smoga arwahnya diterima disisi Allah SWT amien…

Sebagai wujud partisipasi kami terhadap kejadian memilukan ini, kampus NWU menerjunkan beberapa relawan untuk bencana Merapi. Kloter pertama telah diberangkatkan dengan dipimpin langsung oleh Puket I kami dan beberapa mahasiswa. Namun saat itu kami harus menjalankan 1 SKS kami, yaitu pelatihan BTCLS stand for Basic Trauma Cardiac Live Support. Sebuah event yang diadakan untuk meningkatkan kemampuan skill kami dalam kegawatdaruratan. Konon menurut beberapa alumni, sertifikat pelatihan seperti ICU, PPGD or BTCLS inilah yang nantinya menjadi nilai plus bwat kami untuk mencari kerja.

Keinginan menjadi relawan harus ditunda terlebih dahulu, hingga kami menyelesaikan beberapa rangkaian pelatihan, yudisium dan sesi pemotretan (hwehehe..bak artis aja.. J ). Hingga kemudian ada tawaran untuk kami mahasiswa Profesi Ners untuk menjadi relawan Merapi yang akan segera diberangkatkan pada kloter II nanti. Alhamdulillah..akhirnya proposal di acc juga. Sebelumnya saya sempat chat dengan salah satu dosen tentang posisi kami yang masih pengangguran kos (menunggu SKL, ijazah, red.) sebelum sumpah untuk ikut sebagai relawan merapi. Thankz to Mr. GGW ^_^

Jumat, 28 Mei 2010

Penghuni Langit Menyambut Kedatanganmu



Teruntuk kalian jiwa yang suci, yang saat ini sedang mengemban amanah dalam dunia buatanNya, yang sedang belajar untuk memaknai arti dari nafas, setiap detak jantung, dan getaran dalam urat nadi. Yang sedang meniti pijakan cita-cita, berusaha mengumpulkan modal untuk kelak bisa diperlihatkan kepada pencipta bintang dalam langit maha luas. Bahwasanya setiap memulai pastinya akan mengakhiri, begitu pula perjumpaan pastilah berujung dengan perpisahan,,jujur aku tak menyukai kata terakhir itu.

Hari ini kamis 20 Mei 2010 masih di kamarku yang penuh dengan serakan kertas folio, saksi perjuanganku dalam menyelesaikan profesi yang harus ku tempuh 1,5 tahun terakhir ini. Folio, pulpen dan bertumpuk-tumpuk materi adalah teman akrab kami. Walaupun banyak yang mengangapnya sebagai musuh pula. Teman-temanku jadi kreatif menuliskan status dalam wall facebooknya gara-gara mereka, folio dan pulpen, tak lupa materi,,upss,,file juga J

Dinas malam alias jaga malam or dapat shift malam dapat juga dikatakan merelakan kasur empuk dikos untuk melayani pasien di ruangan, mulia memang, namun tak tahu mengapa jenis shift ini paling dibenci oleh sebagian kaum kami,,(kaum profesi ners maksudnyaa.. : D).

Aku merasa ada yang aneh denganku 2 hari terakhir ini, semangat yang dipaksakan, tugas menumpuk, dan harus menyaksikan sebuah akhir drama kehidupan beberapa pasienku. Memang hanya 4 atau 5 hari kita bersama dengan seorang pasien, namun ketika dia harus meninggalkan dunia ini, tetap saja rasa kehilangan itu ada. Subhanallah, manusia memang diciptakan bersaudara.

Tak mau berlarut-larut dalam keterpurukan tak berujung (gubrakkk..kaya’ apa aja), ku tekan tuts nokia 3100 ku dan kukirim pesan ke beberapa teman lama, dengan sms yang sama “Assalamualaikum..apa kabar disana?” hingga 30 menit aku menunggu tak jua si biru pudar itu berdering…Oh no..!! Ya Allah mudahkanlah urusan teman”ku..semoga mereka baik-baik saja disana, amin..

“Ayooeenn..sudah jam 8 loo, segera bersiaplah..” suara cempreng nan indah itu membuyarkan anganku tuk berlama-lama memandangi home di facebook ku. Ahh.. Asnat namanya, gadis NTT temanku, hmm…memang sudah saatnya, bergegas..but wait..masih ada 30 menit lagi bwat tidur walaupun sejenak. Kemudian aku berpindah ke kamar teman, dan langsung merebahkan diri sambil berpesan “Bangunkan aku yah..20 menit lagi” Walapun begitu tetap ku setting alarm di hapeku jam 20.20..Bismillah…terlelap….zz..zz..zz..

Sebelum memasuki REM fase tidurku,,,si hape berdering dengan kencangnya…kudiamkan...perasaan baru 5 menit, apakah aku yang salah menyeting alarm, bukan..tapi nada sms, yak benar..ah paling ga penting..kudiamkan lagi, dan kucoba untuk melanjutkan ke fase NonREM..but failed,..!! Penasaran dari siapakah sms itu?? Akhirnya dengan malas ku raih hapeku yang kuletakkan tak jauh dari si Jeppy bonekaku, kuaktifkan dan langsung ku baca (yang kubaca pertama adalah pengirimnya, niatnya kalo ga kenal akan langsung kututup and continuing 4 sleeping.. :P )

Dari NENI “Assalamualaikum, mba gmn kbarny?? Ada berita duka mba, tman kt Ali Mas’ud meninggal kmrin , katanya kcelakaan d Tulungagung, tp aq jg blon tau gmn critax. Qt doain aja smoga amalnya dtrima,amin..”

Saat ajal kan datang menjelang

Malaikat izrail mainkan peran

Nyawa tercabut tubuh pun meregang

Allahhu Akbar janjimu tlah datang

Kenikmatan duniapun berlalu mohon ampunan sudah tak berlaku

Tiada lagi tempat pertolongan kecuali amal dan perbuatan

semasa hidup membentang jaman ridho Ilahi yang didambakan

Sebesar zarah pun diperhitungkan kebaikan yang tlah kita amalkan

Sebesar zarahpun diperhitungkan keburukan yang tlah kita lakukan


Innalillahi wa innailaihi rojiun…Ya Allah..telah kau pilih dia sebagai penghuni barzah Mu. Temanku….Sekarang tak ada lagi cerita tentang pohon-pohon tinggi, truk-truk besar yang kau kemudikan di tempat kerjamu, tak ada lagi sms yang isinya “ Ayoen, obat pusing apaan yak?” Tak kan ada lagi, canda tawa mengenang waktu SD...Teman...engkaulah yang terpilih. Semoga engkau menikmati alam barumu dengan cahayaNya, dan lembut alunan musik surgawi. Lelaplah dalam tidurmu, walau aku tak bisa menabur bunga dia atas pusaramu, doaku sudah terlantun dari sini.

Pilar-pilar yang gagah di sekelilingku seakan menyambutku angkuh. Menelusuri koridor Rumah Sakit ini seakan berat. Kulemparkan pandanganku jauh kedepan, lorong ini masih tampak tak berujung. Siulan angin sungguh merdu ku dengar, mengiringi dinas malamku kali ini. Namun dinas malamku kali ini,,,adalah jawaban dari kegelisahanku kemarin.


“Teruntuk teman kecilku Alm. Ali Mas’ud, smoga penghuni langit menyambut indah kedatanganmu disana”



Semarang, 28 Mei 2010

10.26 WIB Menjelang berangkat konsul di Ruang Mata A4

Hijan dan Kuning




Sejenak aku singgah dalam dunia mereka yang dahulu memang tidak ada kita

cepat pula mereka membukakan pintu untuk kita kemudian masuk dalam ruang hijau kuning..
ya..kami datang untuk sekedar meminta air..kata salah satu dari kita
ya..kami sudah ada ambillah sendiri di ruang hijau..kata salah satu dari mereka

walaupun seteguk,, air ruang hijau mampu menyudahi dahaga kami

silahkan duduk..ada bebrapa kunci yang kami tidak bsa gunakan akhir" ini..entah mengapa..kata mereka mengawali
terimaksih..bisa kami lihat yang mana kunci itu..
ya..ambillah di ruang warna kuning
..

bukan kunci yg rusak tidak pula anak kunci yg koyak...

namun...

lubang kunci yg tertutup sdkit pasir,,baliklah dan siramkan air diatasnya...

hijau yg memudar akankah menjadi kuning???
kuning yg menguat akankah menjadi hijau???

hmm...bgaimana klau kita ambil hijau untuk kuning..dan kuning untuk hijau...


^^dedicated to our beloved bro & sizt on Wisma Irawan^^


-------###...thank u much...###---------



Sabtu, 22 Mei 2010

Sayap Putih Izrail

Assalamu’alaikum....... Sapaan ini aku layangkan untukmu wahai mahluk Allah yang senantiasa berdiri salat kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan demikian pula segolongan dari orang-orang yang bersamamu. Untukmu, yang berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah. Untukmu pula, yang membaca Al-Quran, melaksanakan salat, menunaikan zakat dan memberikan pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Sesungguhnya kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh balasannya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Bukankah kamu mengenal kalam Allah ini, Al-Muzzammil ayat kedua puluh?

Selanjutnya aku akan bercerita padamu tentang amalan seorang mahluk Allah; yang telah dikabarkan Raqib dan Atid kepadaku. Apakah ia akan masuk surga ataukah neraka, aku tidak tahu. Yang hanya akan aku ceritakan adalah tentang bagaimana rupaku ketika mendatanginya.

Wahai mahluk Allah yang dimuliakan Allah sehingga aku dan para malaikat bersujud padamu, pernahkah kamu mendengar, atau sedikitnya mengetahui bahwa aku akan mendatangimu dengan tiba-tiba? Bukankah kematian itu dekat sekali dengan urat nadimu? Pernahkah kamu membayangkan, bagaimana wujudku ketika mendatangimu? Apakah aku adalah seseorang yang akan kamu sambut dengan baik, dengan wajah penuh kerinduan. Rindu akan surga Allah dan pertemuan dengannya? Atau malah sebaliknya? Aku adalah seseorang yang berwujud menyeramkan, dengan aura pembunuh dan keputusasaan, dan kamu menjerit tidak ingin nyawamu kuambil karena kau terlalu mencintai dunia. Menuhankan nafsumu, dan kamu gelisah dengan amalan yang akan kamu pertanggungjawabkan pada Allah Ta’ala? Aku adalah sebagaimana yang divisualkan dengan jubah hitam dan kerudungnya dengan rupa menyeramkan dan membawa pisau berbentuk sabit? Seperti itukah?

Hei, bukankah aku akan bercerita padamu? Ya, ya, ya. Beginilah ceritanya…

“Faiza!”

Gadis berjilbab lebar itu menoleh. Ia menyunggingkan senyum kepada teman perempuannya. Teman perempuan Faiza segera berlari menghampirinya.

“Za, aku ingin bercerita padamu tentang sesuatu. Boleh?” tanyanya.

Faiza tersenyum lagi. Ia mencubit pipi teman perempuannya itu dengan gemas.

“Tentu saja boleh.” kata Faiza seraya mencubit pipi temannya. “ Apa sih, yang tidak bisa aku berikan untuk sahabatku ini? Aku akan selalu menyenangkan hatimu dan memenuhi semua harapanmu, sahabatku!”

Teman perempuannya itu tertawa. Tapi hanya beberapa detik. Detik berikutnya, ia kembali digelayuti mendung. Wajahnya berubah kelam.

“Faiza, aku ingin bercerita padamu tentang…eh, ini tentang…”

“Katakanlah!” kata Faiza tulus.

“Tentang Ikra…” wajahnya ia tundukkan dalam-dalam.

Faiza menghela napas.

“Kamu belum merelakannya?” kata Faiza dengan nada tajam.

“Bukan seperti itu! Aku bukannya tidak rela! Tapi…”

“Lantas?”

Teman perempuan Faiza tidak mengatakan sepatah katapun.

“Bukankah semua nyawa manusia itu milik Allah? Harta, jiwa, dan segala sesuatunya merupakan titipan.”

“Faiza,” panggil teman perempuan Faiza dengan lirih. Digigitnya bibirnya kuat-kuat untuk menahan tangis.

Faiza meletakkan tangan di atas pundak teman perempuannya itu.

“Ada beberapa orang yang sangat menantikan pertemuan dengan Rabb. Salah satunya mungkin adalah Ikra. Bukankah ia meninggal dengan terhormat? Dengan Allah Ta’ala sebagai Rabbnya, dan Islam sebagai agamanya? Bukankah Ikra adalah seorang hamba Allah yang senantiasa memperjuangakan panji-panji Islam? Bukankah Ikra adalah orang yang senantiasa mengambil tamsil dari Rasulnya dan mengamalkan ajarannya? Bukankah seperti itu adanya?”

Teman perempuan Faiza itu tersenyum dengan gugup.

“Aku yakin, kakakmu dijemput Izrail dengan sayap putihnya….”

Nah, kau lihat? Ia berprasangka baik terhadapku, bukan? Tapi tahukah kamu apa yang membuat ia bisa seperti itu?

“Ummi, jangan menangis lagi. Tahukah ummi, derai air mata Ummi lebih menyakitiku dari pada jarum-jarum itu?” kata Faiza.

“Faiza, anakku. Mengapa bukan ummi saja yang menjalani semua ini, Nak. Ummi saja, jangan kamu…” kata Ummi. Ia menggenggam tangan Faiza dengan erat. Gulir bening air matanya jatuh membasahi tangan putih nan kurus itu.

“Ummi, “ panggil Faiza. “Ummi harus percaya padaku. Aku rela Allah menetapkan ketetapan ini untukku, bahwa aku harus menjalani kemoterapi ini. Bukankah usaha menuju kesembuhan itu adalah ibadah, Ummi? Bukankah begitu?”

“Faiza,” panggil Ummi Faiza dengan nada getir.

“Andaikata aku dijemput Izrail, aku pasti akan dijemput dengan sayap putihnya, Bunda. Pasti…”

Seulas senyum kembali menghiasi wajahnya. Wajah yang senantiasa dipenuhi cahaya…

Teman perempuan Faiza kini hanya mampu menatap Faiza dari balik jendela pintu kamar ruang kemoterapi. Ia meraa bersalah karena tidak mampu menghibur seperti halnya Faiza menghiburnya. Teman perempuan Faiza itu malah memperlihatkan wajah terluka ketika Faiza mengabarkan hal ini.

“Kenapa Faiza? Kenapa? Dulu kakakku, sekarang nyawa sahabatku! Kenapa bukan aku saja, Faiza! Kenapa!” jerit teman perempuan Faiza tempo hari.

Tahu apa yang dikatakan Faiza selanjutnya?

“Diriwayatkan dari Thabrani, cukuplah maut sebagai pelajaran (guru) dan keyakinan sebagai kekayaan.”

Teman perempuan Faiza memandang Faiza.

“Benarkah Izrail akan menjemputmu dengan sayap putihnya?”

“Insya Allah.” guman Faiza.

“Tapi, Faiza. Kenapa bukan aku saja? Aku sudah cukup lelah, Faiza..”

Faiza kembali tersenyum. “Diriwayatkan dari Bukhari, janganlah ada orang yang menginginkan mati karena kesusahan yang dideritanya. Apabila harus melakukannya hendaklah dia cukup berkata, ‘Ya Allah, tetap hidupkan aku selama kehidupan itu baik bagiku dan wafatkanlah aku jika kematian baik untukku.’ , Ya?”

“Faiza, kenapa orang-orang baik cepat pergi? Apakah aku bukan orang baik?”

Faiza hanya tersenyum menanggapi perkataan yang dilontarkan temannya itu. Kini, senyum Faiza pada Umminya, membuat hati teman perempuan Faiza itu bimbang.

Bimbang adalah satu bentuk kepedulian, bukan? Teman perempuan Faiza itu kini mengayunkan langkah kakinua, mendorong pintu yang membatasinya dengan Faiza, dan masuk ruangan dimana Faiza menjalani kemoterapi untuk penyakitnya psedomonas. Ia akan menemani Faiza jihad melawan penyakit ganasnya itu.

“Kamu siapa?”

Gadis itu terheran-heran menatapku.

“Tidakkah kamu melihat sayapku?”

Gadis itu kini memandang sayapku.

“Putih?”

“Ya. Putih.” kataku. “Tidakkah kamu mengenalku?”

“Kamu…” gadis itu tersenyum gugup. “Bukan Izrail, kan? Ehm, maksud saya, kamu..”

“Benarkah itu kamu? Eh, bagaimana seharusnya aku memanggilmu? Anda? Atau…”

“Aku datang untuk menjemputmu.” kataku. Biasanya kata-kata ini merupakan hal yang paling ditakuti oleh seluruh umat manusia, tidak terkecuali orang yang beriman sekalipun.

“Sudah waktunya?”

“Ya. Sudah waktunya, wahai jiwa yang tenang!”

Ia terpana beberapa saat.

“Kamu menjemputku dengan sayap putih?”

“Ya.”

“Tapi sayap putih itu milik…”

“Milik semua yang mempercayainya..” potongku cepat.

“Sesuai amalanku?”

“Ya.”

“Bisakah kau tunggu aku sebentar? Aku ingin mengucapkan ikrarku pada Tuhanku?”

“Silahkan.”

Lalu kalimat itu meluncur pelan seiring roh yang tercabut dari tubuhnya…

“Kenapa aku tidak merasakan sakit?”

Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaannya. Kemudian, aku mengerti mengapa dia aku datangi dengan sayap putihku. Karena beberapa saat kemudian, dia berbisik padaku.

“Sesunggunya kami sangat gembira dengan hari yang telah kita kurangi. Setiap hari semakin dekat dengan kematian (ajal).”

Sungguh aku menyukai hamba Allah ini. Faiza Faturrahman.

(Oleh seorang ukhti di Bandung, jazakillah.. :D)